.quickedit{ display:none; }

Senin, 12 Mei 2014

SEJARAH MUHAMMADIYAH DI TEMPURREJO BANYUBIRU




  1. SEJARAH MUHAMMADIYAH DI TEMPURREJO BANYUBIRU
Tempurrejo, jika kita dengar nama itu pasti yang terbesit di benak kita adalah tempat yang baik untuk menuntut ilmu, atau bisa dikatakan sebagai ladang ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama. Dan dari Tempurrejo ini pula muncul bibit unggul yang nantinya akan menjadi harapan setiap orang. Bibit unggul yang siap memimpin bangsa. Sejarah pula telah menjelaskan dikalangan Persyarikatan Muhammadiyah Tempurrejo merupakan pusat dakwah dan kegiatan Muhammadiyah di lingkungan cabang dan daerah Ngawi.
 Namun sejarah hanyalah tinggal sejarah. Tempurrejo yang sekarang berbeda dengan Tempurrejo tempo dulu. Dan bisa diibaratkan sinar sang surya mulai redup atau enggan bersinar lagi di bumi Tempurrejo karena  mulai tertutup kabut hitam tebal yang tak segan-segan menimbulkan bencana. Banyak alumni Tempurrejo yang  menyayangkan  hal ini,  karena Tempurrejo yang dulu menjadi harapan semua orang, kini mulai hilang seakan-akan hilang ditelan bumi.
                 Orang  yang babad alas dan mendirikan  Desa Tempurejo sekitar tahun 1850 ialah Kyai Matlab dan Kyai Imampuro prajurat Kyai Mojo Pembantu Utama Pangeran Diponegoro. Di dalam mendirikan desa Tempurejo ini dilengkapi dengan pondok pesantren dalam bentuk yang sangat sederhana, diteruskan oleh para kyai dan keturunannya, yaitu:
1.      Pondok Wetan diasuh oleh Kyai Imam Raji th.1880, lalu dikembangkan oleh putranya Kyai Imam Faqih th.1928, kemudian dibina oleh Kyai Abdurrahim dan Kyai Abdurrahman th.1958 dan dikembangkan lagi oleh Kyai Abu Laes th. 1969.
2.      Pondok Tengah diasuh oleh Kyai Ahmad Juwair th. 1890, .kemudian oleh Abdul Ghani th.1900 dan sambung menyambung oleh Kyai Mughni, Zaenal Mangarif, H. Abror.
3.      Pondok Kulon diasuh oleh Kyai Imam Muhammad th.1870, Kyai H. Abdullah Muhsin th.1922, Kyai Imam Zuhdi th.1944, Kyai H. Mohammad Syarqawi th.1950, Kyai H.Mohammad Anwar th.1970, Kyai H.Masykur th.1980.
  1. Madrasah Diniyah Tempurejo
                Semua santri pondok aktif bersekolah di Madrasah  Diniyah Tempurejo Kulon, sejak tahun 1928 Madrasah dipimpin oleh  K.H. Syarqawi;
    Karena Madrasah  Diniyah diancam  akan dibubarkan oleh Pemerintah Kolonial, maka didirikanlah Lembaga Muhammadiyah untuk membela dan  membina pondok pesantren serta pelindung  Madrasah Diniyah ini maka tahun 1932 dipimpin oleh KH. Moh. Rofi’ii yang juga menjadi  ketua  Muhammadiyah. Dan pada th. 1943 Hj.Syarifah Muhtarom  membuka klas khusus wanita Tarbiyatil Fatat dan tahun 1946 beliau membuka kursus bahasa Inggris untuk para siswa Tarbiyaul Fatat. Pada tahun 1960 KH.Moh Rofi’ie di samping  menjadi Kepala Madrasah Diniyah Ibtidaiyah, beliau mendirikan  Madrasah Tsanawiyah.
                Perlu dicatat bahwa baik Madrasah Ibtidaiyah maupun Tsanawiyah tidak menggunakan  huruf  Latin sama sekali bahkan angka-angka dalam pelajaran Ilmu Faraid dan Ilmu  Falaq tetap  menggunakan angka-angka Arab. Demikian juga semua pelajaran  menggunakan huruf Arab Pegon dalam bahasa Jawa dan  klas iv mulai menggunakan kitab kuning dengan Arab Gundul. Usaha untuk lebih memudahkan  hafalan dalam  Nahwu–sharaf  maupun ilmu lainnya dilagukan dengan Nazhaman.  Semua tenaga dan  guru atau ustad  berbakti kepada madrasah penuh dengan jiwa ibadah illahi Ta’ala. Disebabkan  karena para santri banyak yang  menjadi hisbullah Sabilillah jaman  revolusi dan diteruskan dengan penumpasan  PKI Muso di jaman pendudukan para pemuda dan santri menjadi tentara gerilya, tetapi proses belajar  mengajar  madrasah tetap berlangsung walaupun  santri-muridnya tinggal apa adanya, misalnya seperti  klas v dan klas vi muridnya hanya satu orang (Imam Muchlas) gurunya ialah KH Moh. Rofi’i, gedung sekolah belum ada masih menempati pendopo KH Moh.Rofi’ii semua serba Lillahi Ta’ala.
                Karena daya tampung pondok sangat terbatas maka santri dan  murid Madrasah banyak  yang  mondok di rumah-rumah  sambil membantu  bapak-ibu rumah yang ditumpanginya ikut mencangkul atau  memikul dagangan ke pasar. Adat demikian diwariskan kepada para pengasuh dan ustad yang dilanjutkan oleh KH Syarkun, Kyai Adlan, Kyai Ali Sukarno, Maksum Suyitno, Mangunatun Mansur, Daris Wibowo.
  2. Perkembangan Baru
                Dalam perkembangannya maka berdirilah lembaga pendidikan baru, yaitu: 1954 PGAP, 1963 TK Bustanul Athfal, 1964 PGAA, 1978. PGAP dan PGAA diubah  menjadi Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah,  STIT Muhammadiyah, 1979 SD Islam-MWB, 1979 kemudian berubah  menjadi Madrasah Ibtidayah (Berjalan bersama Madrasah Diniyah)  kemudian tahun 1983 berdiri SMP Muhammadiyah  dan  dilebur  ke dalam Madrasah Tsanawiyah.
Ide-ide semua ini tidak lepas dari do’a restu  para sesepuh aktifis  muda dari KH Moh.Rofi’ie, KH Moh. Syarqawi, KH Faqih, KH Abdurrachim, KH Abdurrahman, Dra.Hj.Syarifah Muhtarom, DR.H.Imam Suhadi SH, Maksum Suyitno, Moh. Mansur, H.Moh.Syarkun, M.Ali Sukarno, Kyai Adelan, Drs. Abd. Jalil Msi, Drs. H. Duryat, Drs. AF Sunaryo, Ibu Mangunatun Mansur.
Ada 4 serangkai cikal bakal orang tua yang  membangkitkan berdirinya lembaga-lembaga pendidikan  modern semua itu yaitu: Imam Mukhtar, Imam Muhdi, Imam Mukti dan Imam Mukmin dan dimantapkan  secara organisatoris dengan nama Muhammadiyah oleh KH. Syaqawi dan diperkuat lagi oleh KH Moh Rofi’ie seusai tamatnya dari Manba’ul Ulum  kelas 11 Surakarta.
  1. Religiusitas, Sunni, Salafi, Mujahid
    Masyarakat Tempurejo didominasi oleh jiwa religiusitas yang membara, beberapa hal dapat dicatat sebagai berikut:
·         Angkatan  muda sangat antusias untuk sekolah umum pagi dan merangkap sore hari pada Madrasah  sistem Salafi penuh  nuansa Lillahi Ta’ala
·         Berjiwa santri Sunni-Salafi, menggambarkan alam pondok Jamsaren Sentris.
·         Tradisionalistis;serba  nazhaman, pengajian sorogan-kitab kuning,
·         puasaSenen-Kemis,
·         Mengikat erat tali silaturahim, sejarah (=ziyaroh), Halal-bihalal selama 6 hari diakhiri dengan Bodho Kopat,
·         Di bawah sorotan matahari Muhammadiyah; Semangat dakwah dan jihad menyala-nyala, dilandasi didikan  kepanduan Hizbul Wathan;
·         Karena didikan HW  maka tumbuh semangat jihad sehingga di jaman pendudukan oleh Belanda para kyai dan santri membentuk pasukan Hizbullah-Sabilillah melawan Belanda pada masa revolusi 1945
·         Bapak Tajab seorang anggota Hizbullah Tempurejo Wetan terkenal sangat ditakuti Belanda karena Takbirnya yang sangat  keras di  medan perang melawan Belanda di Surabaya.
·         Pasukan Hizbullah – Sabilillah pasukan  Bambu Runcing  Parakan dan pedang Sewulan pernah mengadakan parade Shaw of  Force dari Tempurejo  ke Sine.
·         Pandu HW  juga pernah mengadakan parade dan show of force Hizbul Wathan di lembah Lawu Utara.
·         Setiap jam terakhir di Sekolah  Rakyat Gedora Umar Faruq dari pemuda Muhammadiyah Tempurejo menjadi komandan Upacara Takbir & do’a (SR Negeri Gedora) melawan tentara kafir Belanda.
·         Juga Umar Faruq putera Imam Mukmin ini pula merasa terpanggil menjadi tentara Hizbullah maju ke medan Perang Sabil melawan tantara kolonial Belanda di Surabaya sampai gugur mati syahid (makamnya di belakang  masjid Mojokerto sekarang).
·         Bapak Syamsul pada detik-detik penyerbuan oleh tentara PKI Pesindo ketika ditawan yang hanya dikawal oleh seorang Pesindo, maka tepat di Jembatan panjang tempurejo wetan dengan  tiba-tiba sekejap tentara Pesindo yang menawan  ini dihantam  keras sekali dia jatuh ke sungai terbentur batu besa, dia dipukul  keras dengan batu dia setengah mati lalu Bapak Syamsul Hadi melarikan diri ke semak-semak ke selatan.
·         Desa Tempurejo dan Katreban bekerja sama dengan tentara Hizbullah di bawah Komandan  Bardaini mempertahankan diri dari serangan tentara PKI Pesindo dan sekitar tanggal 19 September 1948 Tempurejo tidak mampu menahan serangan tentara PKI sehingga tentara menahan para kyai dan  para pemuda KH Moh Rofi’ii, Syamsulhadi dan lain-lain ditawan di masukkan tahanan di Walikukun.
·         Syamsuddin putera Imam Mukti  menjadi anggota Hizbullah dalam  rangka melawan tentara Belanda wafat di Kudus.
·         Di jaman pendudukan Belanda kles ke-ii para pemuda membentuk tentara gerilya di bawah komandan Imam Suhadi-Maksum Suyitno melawan Belanda karena  itu tentara Belanda menghujani bom  ke markas tentara Gerilya sayang hujan bom  itu jatuh di tengah  pasar Bandung (Banyubiru) mengakibatkan banyak  korban.
·         Bapak KH Moh. Rofi’ii  karena Ruhul Jihadnya yang menyala-nyala itu, sangat rajin mengisi pengajian di mana-mana, suatu hari pernah kecelakaan jatuh dari sepeda onthelnya di lereng jembatan Mangleng timur Ngrambe, menjadi babak belur pinsan.
·         Para pelajar  mahasiswa alumni Madrasah Diniyah Tempurejo yang meneruskan  sekolah & kuliah di Yogyakarta mendirikan Himpunan Mahasiswa & Pelajar Lawu Utara (HIMPALA) Jogyja untuk memperjuangkan Wilayah Lawu Utara  menjadi negeri idaman Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, gemah, ripah, loh jinawi di bawah pengayoman Allah yang Maha Pengampun.
Dari uraian di atas, kita bisa mengetahui sedikit penyebab  kemandegan di Tempurrejo. Dari tulisan ini pula penulis mencoba membantu Bapak/Ibu pengurus Lembaga Fatwa Tempurrejo dalam  rangka menghidupkan kembali Tempurrejo. Dan penulis merasa ini tidak hanya  mutlak tugas Fatwa Tempurrejo, melainkan tugas kita semua .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat datang di blog RUMAH BACA, Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga anda senang!!