.quickedit{ display:none; }

Senin, 19 Mei 2014

RUKUN ISLAM




1.        SYAHADAT
2.      SHALAT
3.      ZAKAT
4.     PUASA
5.      IBADAH HAJI

AKAR PENDIDIKAN NASIONAL*




            Dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, pendidikan merupakan wilayah konflik akut sepanjang akhir abad ke 19, dan memuncak pada wala abad ke 20. Brugman (1987) menandaskan bahwa politik pendidikan pada masa kolonial Belanda bukan hanya suatu bagian dari politik kolonial, tetapi lebih dari itu, merupakan inti politik kolonial. Pendidikan yang dibangun dan dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda menggambarkan kemauan dan garis politiknya, yaitu sebagai alat untuk memperkuat dan melanggengkan kekuasaannya di bumi nusantara.
Mencermati sekolah-sekolah yang didirikan oleh pemerintah Kolonial Belanda, sedikitnya ada enam karakteristik yang cukup menonjol : gradulisme, dualisme, pengawasan pusat yang ketat (sentralistik), pendidikan pegawai lebih diutamakan, konkordansi, dan tidak ada perencanaan yang sistematis bagi pendidikan pribumi. Dalam pandangan Ki Hajar Dewantoro, sebagaimana dikemukakan oleh Surjomihardjo (1976), ada dua ciri pokok pendidikan kolonia, yaitu pendidikan bercorak kolonialis dan intelektualis. Abdul Mukti Ali (1971) juga menengarai bahwa model pendidikan yang dikembangkan Belanda bercorak intelektualis, individualis dan kurang sekali memperhatikan dasar-dasar dan asa moral atau agama.
Model pendidikan kolonial ini memunculkan ketidakpuasan masyarakat Indonesia yang pada gilirannya akan mendorong mereka untuk membangun pendidikan alternatif yang lebih berwajah nasionalis sebagai alat perlawanan terhadap penjajah. Sedikitnya ada tiga model pendidikan yang bercorak nasionalis yang cukup menonjol ; Muhammadiyah, INS Kayu Tanam dan Taman Siswa.
Ruang pendidikan INS Kayu Tanam, Sumatra Barat, hadir karena ketidakpuasan atas pola pendidikan kolonial Belanda yang sangat intelektualis, sehingga Mohammad Sjafei termotivasi untuk membangun sekolah model yang mampu melahirkan manusia yng terampil dan produktif. Pada sisi lain, kelahiran perguruan Taman Siswa dimaksudkan sebagai antitesis terhadap pendidikan kolonial yang berkultur imperialis dan Belanda sentris. Karenanya, Ki Hajar Dewantoro berusaha menciptakan suatu lembaga pendidikan yang berwajah budaya Indonesia. Sedangkan Persyarikatan Muhammadiyah muncul sebagai upaya menetang sifat netralitas agama dalam sekolah-sekolah Belanda. Sebagai alternatifnya, Muhamadiyah mendirikan sekolah-sekolah yang berladaskan pada agama Islam.
Para pengkaji sejarah pendidikan di Indonesia sependapat bahwa Muhammadiyah, Taman Siswa, dan INS Kayu Tanam adalah perintis dan peretas pendidikn nasional yang bercorak modern di Indonesia (Idris, 1981; Said, 1981 ; Navis, 1999; Poerbakawatja, 1970). Dengan demikian, arah pengembangan pendidikan tersebut sebagai akar pendidikan modern. Tiga pilar pendidikan nasional tersebut anak coba ditelaah melalui pendekatan filosofis-historis. Dengan pendekatan ini diharapkan dapat ditemukan landasan filosofis yang mendasari masing-masing sistem pendidikan. Pembahasan terhadap INS Kayu Tanam dan Taman Siswa menyangkut garis besar pendidikannya berkaitan dengan ide-ide paokoknya tentang pendidikan, sedangkan kajian atas Muhammadiyah dilakukan secara lebih mendetil, berkaitan dengan pokok-pokok atau unsur-unsur dalam studi ilmu pendidikan.
a.      Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan oleh Kiyai Haji Ahmad Dahlan, seorang santri yang belum pernah mengenyam sekolah umum tetapi memiliki pergaulan yang amat luas dengan kalangan intelektual keluaran sekolah-sekolah Belanda. KH. Ahmad Dahlan belajar ilmu agama dengan orang tuanya sendiri dan saudara-saudaranya, kemudian menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain dan akhirnya pergi ke Mekkah.
Sebelum mendirikan Sekolah Muhammadiyah apda tahun 1911, K.H. Ahmad Dahlan pernah merintis pondok tempat menginap siswa yang berasal dari luar Yogyakarta tapi tidak memuaskannya sehingga tidak dilanjutkan. Sesaat setelah Sekolah Muhammadiyah murid-murid utamanya, keluarga, dan rekan-rekan sesama guru agama mendesak beliau agar mengorganisasikan sebuah perkumpulan untuk memayungi sekolahan itu sehingga nasibnya tidak seperti pesantren yang punah bila ditinggal kiyainya.
Adapun tujuan Muhammadiyah adalah untuk ;
*   Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Islam di Hindia Belanda
*   Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama kepada anggota-anggotanya (Wirjosukarto, 1968:87)
Secara eksplisit tujuan pendidikan Muhammadiyah baru dirumuskan pada tahun  1955, tapi bukan berarti aktifitas pendidikan tidak memiliki visi pendidikan. Ibnu Umniyah, seorang murid KH. Ahmad Dahlan mengatakan “dadiyo kiyai sing kemajuan lan aja kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah” (Jadilah seorang ulama dan intelektual yang mampu mengikuti kemajuan zaman dan janganlah merasa lelah bekerja untuk (melalui) Muhammadiyah). Mawardi menandaskan tujuan pendidikan Muhammadiyah sejak berdiri adalah untuk membentuk “alim intelek”, yaitu seorang muslim yang seimbang iman dan ilmunya, menguasai ilmu umum maupun agama, orang yang kuat rohani dan jasmaninya.
Program pendidikan yang ditawarkan KH. Ahmad Dahlan mencakup ilmu-ilmu umum sekaligus yang pada garis besarnya menitikberatkan pada tiga aspek ;
*      Pendidikan moral (akhlak) untuk menanamkan karakter manusia yang saleh berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah.
*      Pendidikan individu, untuk menumbuhkan kesadaran individu yang utuh, seimbang perkembangan mental dan jasmani, keyakinan dan intelektual, perasaan dan akal pikiran, serta antara dunia dan akherat.
*      Pendidikan kemasyarakatan, untuk membangkitkan kesadaran sosial dan bermasyarakat. (Arifin, 1987; Wirjosukarto, 1968).
Proses belajar mengajar di sekolah Muhammadiyah berlangsung secara dialogis, ada interaksi antara pendidik dengan subyek didik. Ada dua pendekatan yang sangat menonjol dari Dahlan kala menyampaikan materi kepada peserta didiknya, yaitu metode kontekstual-pragmatis dan cara berfikir reflektif, cara berfikir bolak-balik antara deduktif dan induktif secara cepat. Yang dimaksud dengan metode kotekstual-fungsional adalah proses pembelajaran dudesain sedemikian rupa sehingga setiap ilmu (isi pelajaran) yang diajarkan ditarik relevansinya dengan fenomena kehidupan masyarakat. Sebab, bagi Dahlan ilmu tidak cukup dipahami atau dihafalkan tapi harus dipraktikkan dalam hidup sehari-hari sehingga bisa dirasakan oleh masyarakat.
Mas Mansur (1999;198) menggambarkan model berpikir Dahlan dengan kalimat berikut :
KH. Ahmad Dahlan gemar sekali mengupas tafsir dan pandai pula tentang hal ini. Kalau menafsirkan sebuah ayat, beliau selidiki terlebih dahulu dalam tiap-tiap perkataan dalam ayat itu satu persatu. Beliau lihat kekuatan atau perasaan yang terkandung oleh perkataan itu di dalam ayat yang lain, berulah beliau sesuaikan dengan keadaan hingga keterangan beliau itu hebat dan tepat.

b.      Taman Siswa
Perguruan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantoro pada tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Pada awal berdirinya bernama National Onderwijs Taman Siswa untuk kemudian berubah menjadi Perguruan Taman Siswa.
Secara teoritis Ki Hajar Dewantoro merumuskan asas-asas yang merupakan bingkai dan landasan perjuangan Taman Siwa dalam konteks pergerakan nasional. Beliau merumuskan tujuh asas pendidikan Taman Siswa (Idris, 1981;23-24) :
1.      Seseorang itu merdeka untuk mengatur dirinya sendiri dengan waji mengingat kedamaian dan ketertiban dalam kehidupan bersama. Hendaknya tiap anak dapat berkembang menurut kodrat dan bakatnya. Hendaknya perintah dan hukuman mendidik anak ditiadakan. Akan tetapi mereka kita didik dengan sistem among atau tut wuri handayani.
2.      Asas kemerdekaan dalam cipta, rasa dan karsa. Pendidikan harus membimbing anak menjadi manusia yang bisa mencari sendiri pengetahuan dengan menggunakan fikirannya, perasaannya, dan kemauannya.
3.      Asas kebudayaan Indonesia sendiri. Pendidikan harus didasarkan ata kebudayaan Indonesia sendiri, agar anak didik jangan cepat terpengaruh oleh kebudayaan oleh kebudayaan yang datang dari luar.
4.      Asas kerakyatan. Pendidikan dan pengajaran harus diberikan kepada seluruh rakyat.
5.      Asas kekuatan sendiri. Taman Siswa menolak bantuan yang mungkin dapat mengikatnya, baik berupa ikatan lahir maupun batin.
6.      Asas hidup diatas kaki sendiri. Segala pembelanjaan ditutup dengan uang pendapatan sendiri. Oleh karena itu dalam kehidupan harus hemat.
7.      Asas berhamba pada anak. Para pendidik dan mendidik anak hendaknya dengan sepenuh hati, tulus dan ikhlas, dengan tidak terikat pada siapapun dan oleh apapun juga.
Dalam konteks pembangunan sistem pendidikan Nasional, beliau menginginkan agar pendidikan nasional menggunakan kebudayaan sendiri sebagai basis kebudayaan. Hal ini sejalan dengan asas Taman Siswa ketiga. Kebudayaan sendiri terebut harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan kata lain, Taman Siswa melalui pendidikan ingin merivitalisasi budaya yang telah hidup berabad-abad di masyarakat.
Dalam berbagai pertemuan Ki Hajar Dewantoro sering mengatakan bahwa metode yang beliau gunakan metode Montessori-Tagore. Beliau mengatakan sebagai berikut :
“Montessori dan Tagore ialah pembongkar dunia pendidikan lama serta pembangun aliran baru, aliran mana sesuai dengan aliran kita, yag sesungguhnya terambil dari adat pendidikan yang masih hidup dalam masyarakat kita atau asih nampak bekas-bekasnya, yaitu aliran yang kita sebut kulturan nasional” (Surjomihardjo, 1986; 74)
Sejalan dengan kerangka pemikiran di atas, maka sistem pendidikan nasional yang paling relevan ialah menggunakan sistem  among. Among berarti asuhan dan pemeliharaan dengan suka cinta, dengan memberi anak asuhan itu untuk bergerak menurut kemauannya, berkembang menurut bakat kemampunnya. Sistem among menempatkan guru sebagai fungsi orang tua. Guru sebagai tukang pamong dan sebaga pendidik, berfungsi sebagai tukang momong (asuh). Karena itu tugas guru yang biasanya memberi perintah dan hukuman kepada muridnya tidak digunakan Taman Siswa. Tugas guru sebagai pamong adalahmemberi bimbingan dan membantu anak tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.
Sebagai upaya merealisasikn sistem among tersebut maka dikembangkanlah teori Tri-Sentra (Tauchid, 1976) yang mengandung pengertian bahwa peguron (perguruan) merupakan miniatur tiga alam, yakni ; asrama (keluarga), balai wiyata (sekolah), dan tempat pergauan pemuda (masyarakat). Oleh karena itu, Perguruan Taman Siswa berupaya menciptakan suatu kondisi yang menggambarkan kehidupan di sekolah, rumah, dan masyarakat. Bagi Taman Siwa, pendidikan adalah untuk merivitalisasi budaya nasional (nuansa jawa amat kental).

c.       INS Kayu Tanam
Ruang pendidikan INS Kayu Tanam ialah pelaksanaan cita-cita pendidikan bangsa yang bersumber pada nilai-nilai pendidikan yang ada dalam alam ciptaan Allah. INS Kayu Tanam didirikan oleh Mohammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1936 di Kayu Taman, Sumatra Barat. Kekhasan INS Kayu Tanam adalah penekanannya pada pendidikan keterampilan, corak ini terkait erat dengan pergumulan hidup dan latar belakang keluarga Mohammad Sjafei. Percikan pemikiran beliau tentang pendidikan tertuang dalam tulisannya berjudul Dasar-dasar Pendidikan.
Berdasarkan penelaahannya atas fenomena alam semesta sebagai ayat-ayat Kauniyah dari Allah SWT, beliau menarik kesimpulan sementara beberapa karakter alam dalam kaitannya dengan dasar-dasar pendidikan INS, yaitu :
1)      Keaktifan yang sangat besar dalam berbagai bentuk.
2)      Pada keaktifan itu ada batasnya
3)      Keaktifan itu berjalan menurut dalil-dalil tetap, sekali-kali tidak berkacau balau saja
4)      Di alam terdapat keseimbangan atau harmoni
5)      Keaktifan di alam berjalan menurut bakat
6)      Pada ciptaan-ciptaan itu terdapat juga ukuran-ukuran yang tetap
7)      Pada ciptaan yang bernyawa atau hidup ada perjuangan hidup
8)      Di alam didapati juga sesuatu yang merusakkan tetapi disamping itu terdapat juga kekuatan yang bisa menghalangi kerusakan itu
9)      Di alam lepas banyak terdapat keindahan (estetika)
10)  Di alam juga terdapat pembagian pekerjaan secara teratur
11)  Akibat pembagian itu di bumi timbul perbedaan-perbedaan mengenai : iklim, tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia, atau makhluk, lain-lainya
12)  Manusia diperlengkapi dengan berbagai alat dalam tubuhnya sehingga dapat merasakan, memikirkan, mmeciptakan berbagai-bagai soal
13)  Manusia dianugrahi Tuhan otak yang bisa dipergunakan untuk menyelami rahasia-rahasia alam yang tidak terbilang banyaknya, dan ada faedahnya untuk kebahagiaan umat.
14)  Pendidikan yang didasarkan atas contoh-contoh yang terdapat dalam alam ciptaan Tuhan pasti akan membawa bahagia bagi diri, nusa dan bangsa, dan kemanusiaan serta agama (Mohammad Sjafei, 1979 ; 138)  
Strategi pendidikan yang dipilih dalam usahanya  mencapai harkat dan martabat yang sama dengan negara maju adalah dengan mengubah mental bangsa agar menjadi bangsa yang dinamis, aktif, kreatif, dan produktif (Navis, 1999). Untuk mewujudkan strategi dan tujuan tersebut, menurutnya ada tiga komponen utama manusia yang harus ditumbuhkembangkan secara seimbang dan sinergi; otak, jiwa, dan tangan. Fungsi pelajaran akademik sebagai alat latihan meningkatkan daya nalar, berfikir logis, sistemik, dan matematis serta daya serap otak. Sedangkan pendidikan pekerjaan tanganpada perguruan INS Kayu Tanam merupakan alat untuk melatih kerja agar menjadi manusia yang tidak senang diam (Navis, 1999).
Tujuan pendidikan INS Kayu Tanam pada saat pembentukkannya, dan hingga saat ini masih terus dipertahankan adalah :
1)      Mendidik rakyat kearah kemerdekaan
2)      Memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
3)      Mendidik para pemuda agar berguna bagi masyarakat
4)      Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggung jawab
5)      Tidak mau menerima sokongan yang dapat mengurangi kebebasan untuk mencapai cita-cita (Edward, 1995; 155)
Ada dua tujuan lain yang diletakkan pada pendidikan INS Kayu Tanam, yaitu :
1)      Melatih kerja sistematis
2)      Dapat memanfaatkan alat-alat yang ada untuk memenuhi kebutuhan sehingga murid-murid tidak terlepas dari lingkungannya (Edward, 1995 ; 158)
Pada garis  besarnya materi pelajaran dibedakan menjadi dua golongan : pelajaran teori dan pelajaran keterampilan, dan alokasi waktunya juga seimbang. Metode pengajaran di ruang INS Kayu Tanam, Edward (1995;16) menjelaskan :
Pelajaran keterampilan bukanlah merupakan tujuan, tetapi hanya sekedar alat untuk mencapai tujuan. Dan sebagai alat, pelajaran keterampilan mempunyai kedudukan utama. Tidak ada pelajaran teori yang dibuat kaitannya dengan pelajaran keterampilan. Dan tidak ada pelajaran keterampilan yang tidak mempunyai kaitan dengan tujuan pendidikan. Pembentukkan pelajaran keterampilan sebagai alat pendidikan utama, menyebabkan tidak ada hari-hari yang berlalu tanpa kerja.
Produk pendidikan INS Kayu Tanam yang ideal menurut Sjafei adalah sosok manusia yang memiliki kebenaran dalam hatinya, pengetahuan dalam otak. Keduanya terbangun hubungan timbal balik dan sinergi sehingga terbangun kegembiraan kerja dalam suasana kesehatan jasmani dan rohani, mencintai tanah air tetapi tetap sadar sebagai bagian dari dunia (Surjomihardjo, 1987;32)
Ruang pendidikan INS Kayu Tanam terdiri atas empat tingkatan :
1)      Ruang rendah sekolah dasar 7 tahun
2)      Ruang antara 1 tahun
3)      Ruang dewasa 4 tahun
4)      Ruang masyarakat 1 tahun (Idris, 1981;22)
Pendidikan mempunyai peranan untuk menyegarkan rasionalitas secara demokratis. Rasionalitas dalam makna dimilikinya kepercayaan oleh seseorang yang berlandaskan atas informasi dan fakta dan akan merubah pendirian atau kepercayaannya itu apabila informasi atau fakta yang ditemukan kemudian membuktikan lain. Aspek demokratis dari pendidikan berarti adanya kesamaan bagi setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan dalam mengenyam pendidikan dengan memperhatikan aspek-aspek kewajaran.
Tujuan pendidikan ialah untuk menumbuhkembangkan subyek didik secara penuh dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang luas dan mampu melakukan penyesuaian diri dari sosialisasi dalam masyarakat. Untuk mencapai tujuan yang digariskan tersebut diperlukan suatu kurikulum komperehensif yang dapat mempertemukan hubungan yang wajar antar dunia pendidikan (sekolah) dengan masyarakat.

*) dirangkum dari buku Mazhab al-Maun Tafsir Ulang Praksis Pendidikan Muhammadiyah karya Mohammad Ali dan Marpuji Ali.

Kesimpulan
  Menyimak uraian tersebut diatas, maka kita dapat melihat bagaimana beliau-beliau tersebut telah memberikan konsep pendidikan yang memang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia. Konsep pendidikan yang mereka tawarkan mungkin dapat menjawab atau mengobati rasa ketidakpuasan kita terhadap proses pendidikan yang dilaksanakan oleh pemeritah Kolonial Belanda (Penjajah).
Mereka hadir dengan membwa perubahan atau lebih tepatnya lagi merubah pola pikir masyarakat Indonesia dari masyarakat yang terjajah menjadi masyarakat yang merdeka. Masyarakat yang bebas mengeluarkan gagasan-gagasan terbaiknya untuk memajuan pendidikan di Indonesia.
Namun tidak dapat dipungkiri pula, bahwa hasil dari pendidikan masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan atau belum sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Menurut hemat penulis, para ahli pendidikan/praktisi pendidikan sebaiknya mulai melakukan pengkajian ulang mengenai sistem pendidikan Indonesia sekarang, dengan mempelajari sistem pendidikan yang telah dilakukan oleh ketiga pahlawan pendidikan tersebut diatas. Dimana pendidikan itu dilaksanakan berdasarkan pada agama, keterampilan, kebudayaan daerah.

Bangun Ruang

1. diketahui limas dengan alas persegi panjang berukuran 20 cm x 14 cm. jika tinggi limas 24. hutinglah :
    a. luas permukaan limas
    b. volume limas

2. suatu prisma dengan alas berbentuk belah ketupat yang diagonal-diagonalnya 24 cm dan 32 cm. jika luas selimut prisma 2.800 cm2. tentukan volume prisma.

IDEOLOGI GERAKAN MUHAMMADIYAH




Sebagai gerakan sosial keagamaan Muhammadiyah memiliki sistem keyakinan dan pemikiran yang menjelaskan cita-cita dan tujuan yang hendak diwujudkan. Sistem keyakinan tersebut disebut ideologi. Ideologi mengandung beberapa unsur pokok, antara lain : pandangan yang menyeluruh tentang manusia, dunia dan alam semesta, rencana penataan sosial-politik berdasarkan pandangan tersebut, kesadaran dalam bentuk perjuangan melakukan perubahan berdasarkan paham yang dianut, usaha mengarahkan masyarakat utuk menreima pandangan tersebut melalui loyalitas dan keterlibatan pengikutnya menggerakkan para kader dan pengikut untuk mendukung pandangan ideologi tersebut.
Ideologi Muhammadiyah mengandung berbagai rumusan yang bersifat tentatif dan berfungsi untuk menjelaskan pandangan Muhammadiyah tentang realitas dunia. Ideologi berfungsi sebagai alat utuk mempertahankan diri dari ancaman atau tantangan yang berasal dari luar.
Iddeologi Muhammadiyah bersumber dari pemikiran pendiri dan tokoh-tokoh generasi awal Muhammadiyah. Pemikiran yang dirumuskan merupakan jawaban realitas, permasalahan dan tantangan yang timbul ketika Muhammadiyah lahir dan tumbuh sebagai sebuah gerakan keagamaan. Gagasan-gagasan KH. Ahmad Dahlan yang terangkum dalam “Falsafah Ajaran dan 17 Kelompok Ayat-ayat Al-qur’an Ajaran KH. Ahmad Dahlan” dan “Pemikiran Mas Mansur tentang Kesimpoelan Djawaban Masalah Lima” merupakan ideologi Muhammadiyah dan sekaligus sumber bagi perumusan ideologi Muhammadiyah generasi selanjutnya.
Ideologi Muhammadiyah dapat dipahami dari rumusan-rumusan dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, Masalah Lima, Kepribadian Muhammadiyah, Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dan Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad, Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah; Konsolidasi Bidang Keyakinan dan Cita-cita Hidup.

*) dirangkum dari buku Materi Kuliah Pendidikan Kemuhmmadiyahan hal. 37-40
Selamat datang di blog RUMAH BACA, Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga anda senang!!