.quickedit{ display:none; }

Minggu, 05 Mei 2013

Kado Cinta Untuk Anisa By Dharma Lana

Anisa berlari ke kamarnya, air matanya pun mulai mengalir deras. Ia sediah karena orang tua yang selama ini dia sayangi ternyata bukan orang tua kandungnya. Sebelumnya ia tidak percaya, karena mereka begitu menyayangi Anisa. “Kenapa semua ini terjadi? Siapa orang tuaku sebenarnya dan dimana mereka?” kata Anisa lirih disela tangisannya. Dia masih terisak dengan ditemani boneka pemberian Anton kakaknya. Boneka panda itu selalu menemaninya di saat ia sedih dan membutuhkan teman. Anisa dirumah tinggal bersama ayah dan ibunya, sedang Anton kini melanjutkan sekolah di Jogja. “Kak Anton, adik yang selama ini kamu sayangi ini ternyata bukan adik kandungmu. Aku hanyalah anak pungut yang diadopsi ayah dan ibu. Kak Anton, meskipun aku bukan adik kandungmu. Tapi aku tetap menyayangi kakak seperti kakakku sendiri. Karena kau adalah kakak terbaikku dan tak akan pernah tergantikan.” Katanya lagi sambil memeluk bonekanya. “Sudahlah Anisa, jangan sedih. Meskipun kamu bukan darah daging ayah dan ibu. Kami tetap menyayangimu seperti anak kandung kami. Ibu tahu, kamu pasti sedih dan kecewa. Tapi jangan halangi kami menyayangimu.” Kata ibu lembut dan mencoba menenangkanku yang masih menangis. Mendengar suara lembut inu, dia langsung merangkul ibunya dan mencurahkan segala kesedihan dan kekecewaannya dipelukan ibunya. “Ibu kau memang manusia yang berhati mulia, kau telah menyayangiku dengan setuus hati, kau berikan aku kebahagiaan di saat aku sedang membutuhkannya, aku tak tahu dengan cara apa aku membalas segala kebaikanmu. Kau memang pantas memiliki syurgaNya. Seperti yang telah dijelaskan oleh Rasulullah : “Syurga itu di bawah telapak kaki ibu.” Itulah sabda Nabi yang ditujukan padamu ibu.” Katanya dalam hati. “Anisa sayang ibu. Dan sampai kapan pun Anisa akan tetap menganggap kalian keluarga Anisa.” Ibu masih mencoba menenangkan Anisa, dia hapus air matanya yang masih mengalir di kedua pipinya yang halu. “Kami menceritakan kebenaran ini, karena kami tak ingin membohongimu, ayah dan ibu ingin kamu tahu yang sebenarnya. Siapa dan darimana Anisa, dimana orang tuanya. Meskipun itu menyakitkan. Tapi ini adalah kebenaran yang harus disampaikan. Dan kami rasa Anisa telah siap mendengarnya.” Air matanya masih mengalir, hatinya masih sedih mengetahui kebenaran ini. Kebenaran yang yang terlalu menyakitkan dan kebenaran yang masih belum bisa dia terima. “Ya sudah Anisa, ibu tinggal dulu. Kalau kamu masih sedih, ambil air wudhu dan berdo’a kepada Allah. Karena hanya kepadaNya kita bisa mencurahkan segala kesedihan. Dan karena Dialah Ibu diijinkan bertemu dan merawatmu hingga sekarang.” Ibu mulai meninggalkannya sendiri disini. #### Bulan. Tunjukkanlah sinarnya, terangilah hatinya malam ini. Berikanlah ketenangan malammu padanya. Dengarkanlah kicauan-kicauan binatang malam untuk menghiburnya. Hatinya masih sedih dan terluka, karena kebenaran yang baru saja dia terima. Anisa masih duduk sendiri di pintu jendela kamarnya, memandangi malam yang gelap hampa tanpa bintang. Malam ini langit juga ikut bersedih melihat kesehadihan hati Anisa. Kadang angin berhembus mengibarkan rambutnya. Malam yang sunyi. Tak ada satu pun cahaya bintang yang terlihat, hanya gelap dan sunyi yang dia rasakan. Hanya satu yang dia inginkan, dia ingin ada seorang teman yang bisa menghiburnya, mengerti kesedihan hatinya, dan teman yang selalu tersenyum untuk menghiburnya. Anton. Anisa teringat dengan kakaknya yang selalu menghiburnya saat dia sedih. Dia ingat dengan pesan Anton, “Setiap kejadian itu pasti ada hikmahnya, dan setiap masalah pasti ada jalan. Dan Allah tidak akan memberikan ujian pada hambaNya diatas kemampuannya.” Anton mengatakan seperti itu ketika Anisa dikhianati sahabatnya sendiri. Dia menemaninya agar kesedihannya dapat berkurang. Mengajak bercanda, dan berjalan-jalan untuk membuang beban dipikarannya. Dipandanginya langit hitam itu, berharap ada sedikit cahaya untuknya. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 00.00 namun Anisa masih tetap saja duduk disana. Matanya yang indah belum ingin terpejam. Rintik-rintik air mulai turun dari langit. Lama kelamaan semakin deras. Air matanya pun juga semakin deras mengalir seiring dengan derasnya hujan malam ini. Tuhan, kau telah mengirimkan hujan untuk Anisa. Memberikan kesejukan dihatinya. Menyirami jiwanya yang mulai kering karena kesedihan. Hanyutkanlah kesedihan hatinya bersama air hujan malam ini yang mulai mengalir deras di selokan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Selamat datang di blog RUMAH BACA, Terima kasih telah berkunjung di blog kami.. Semoga anda senang!!